BangkepNews.com.BANGKEP – Pemberitaan terkait dugaan pelanggaran pemanfaatan ruang laut, rumah pelaku usaha ikan ekspor milik Amir Abdullah di Desa Liang Bajo, Kecamatan Liang, Kabupaten Banggai Kepulauan, menjadi sorotan. Menanggapi hal tersebut, Hj. Ningsih Syamsudin, istri dari Amir Abdullah, memberikan klarifikasi terhadap sejumlah poin yang disampaikan dalam pemberitaan yang diterbitkan sejumlah media lokal.
Menurut Hj. Ningsih, reklamasi yang dilakukan memang benar adanya, tetapi hanya untuk kepentingan rumah tinggal mereka yang berukuran 217 meter persegi, bukan untuk usaha pembelian ikan hidup yang mereka jalankan. Ia menjelaskan bahwa rumah panggung mereka sering mengalami kerusakan akibat tiang yang keropos, sehingga mereka memutuskan untuk menimbunnya demi keamanan dan kenyamanan.
“Kami melakukan reklamasi hanya untuk rumah, bukan untuk usaha. Tidak ada penimbunan di area keramba atau fasilitas usaha kami. Silakan dicek langsung ke lokasi usaha kami,” tegas Hj. Ningsih.
Ia juga menyoroti kesan dalam pemberitaan yang seolah-olah mereka turut menimbun jalan desa. Menurutnya, jalan tersebut sudah ada sebelumnya dan dibangun oleh pemerintah desa melalui betonisasi serta reklamasi yang melewati rumah mereka.
Hj. Ningsih mengungkapkan bahwa reklamasi yang dilakukan di bawah rumah bukan hanya dilakukan oleh keluarganya, tetapi juga oleh banyak warga lainnya di Desa Liang Bajo. Ia mempertanyakan apakah warga lain yang telah lebih dulu melakukan reklamasi juga dikenakan sanksi yang sama.
“Jika reklamasi tanpa izin dianggap melanggar, bagaimana dengan warga lainnya yang sudah melakukan hal serupa sebelum kami? Bagaimana dengan jalan desa yang juga direklamasi? Apakah itu juga melanggar? Mengapa hanya kami yang disorot?” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mempertanyakan kejelasan hukum terkait kepemilikan lahan di wilayah tersebut. Hj. Ningsih menyatakan bahwa sejak tahun lalu, mereka telah mengurus sertifikat hak milik (SHM) melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bangkep, tetapi baru mengetahui bahwa lokasi rumah mereka masuk dalam kawasan tata ruang laut, sehingga pengurusan SHM tidak dapat dilakukan.
“Jika wilayah ini benar-benar masuk dalam tata ruang laut, mengapa kami bisa diberikan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT)? Bahkan, kami dengar ada warga yang sudah memiliki SHM. Jika kami dianggap melanggar, berarti banyak warga juga melakukan pelanggaran yang sama,” kata Hj. Ningsih.
Ia menyampaikan bahwa mereka telah mencari solusi dengan berencana mengurus izin pemanfaatan ruang laut, baik secara pribadi maupun secara komunal bersama warga lainnya melalui pemerintah desa, kecamatan, dan kabupaten. Namun, proses ini sempat tertunda karena masa Pilkada dan baru akan dilanjutkan kembali setelah bupati baru terpilih.
Sebagai pelaku usaha di bidang perikanan, Hj. Ningsih menegaskan bahwa mereka tidak melakukan aktivitas yang merusak ekosistem laut. Ia juga membantah tudingan bahwa ikan yang mereka beli dari nelayan ditangkap dengan cara ramah lingkungan.
“Kami sangat menjaga kualitas ikan. Nelayan yang bekerja sama dengan kami tidak menggunakan bom atau bius. Jika ikan dibius, kami tidak akan membelinya karena ada kontrol ketat,” tegasnya.
Hj. Ningsih berharap pemerintah daerah dapat memberikan kejelasan hukum dan jalur pengurusan perizinan yang lebih jelas bagi warga pesisir yang telah terlanjur melakukan reklamasi tanpa mengetahui aturan yang berlaku. Ia juga meminta agar pemerintah mendata kembali warga yang tinggal di wilayah pesisir untuk mencari solusi terbaik.
“Jangan biarkan kami bingung soal kepemilikan tanah ini. Apakah ini bagian dari BPN atau tata ruang laut? Kami ingin mengurus izin sesuai aturan, tetapi mohon difasilitasi agar tidak hanya kami, tetapi seluruh warga Liang Bajo yang sudah terlanjur melakukan reklamasi bisa mendapatkan kejelasan hukum,” katanya.
Ia juga mengajak media untuk membantu menyuarakan persoalan ini agar seluruh warga yang tinggal dan berusaha di pesisir Bangkep mendapatkan informasi yang jelas mengenai perizinan dan aturan yang berlaku.
“Kami warga negara yang ingin taat hukum, tetapi kami juga ingin didengar. Kami berharap media bisa membantu menyuarakan permasalahan ini agar ada kejelasan bagi semua pihak,” tutupnya.(Ar)