BangkepNews.com. BANGKEP– Suku Bajo, masyarakat yang dikenal sebagai pengembara laut, hingga kini masih menghadapi tantangan besar terkait keabsahan tempat tinggal mereka. Bertempat di pesisir laut Indonesia, suku ini terus bergumul dengan ketidakpastian hukum atas ruang yang mereka tempati. Ketidaksesuaian antara keberadaan mereka dan peraturan Undang-Undang Tata Ruang Laut menjadi salah satu kendala utama yang menghambat mereka mendapatkan hak kepemilikan yang layak untuk tempat tinggal.
Sebagai salah satu suku laut yang keberadaannya diakui secara global, Suku Bajo tidak hanya hidup di pesisir Indonesia, tetapi juga tersebar di berbagai belahan dunia, terutama di wilayah pantai di indonesia. Namun, di Indonesia, mereka sering kali terpinggirkan, baik secara sosial maupun hukum. Padahal, Suku Bajo telah lama menjadi bagian dari sejarah maritim bangsa, dengan kearifan lokal yang kaya dan kemampuan bertahan hidup di laut yang luar biasa.
Pemerintah diharapkan hadir untuk memberikan perhatian serius, terutama dalam mengintegrasikan kehidupan Suku Bajo dengan kebijakan tata ruang laut tanpa harus mengorbankan identitas dan hak mereka sebagai masyarakat adat. Pengakuan dan perlindungan hukum yang memadai sangat penting untuk memastikan mereka dapat hidup secara bermartabat dan tetap melestarikan budaya mereka.
Selain itu, isu kesehatan juga menjadi perhatian. Kehidupan yang bergantung pada laut menempatkan Suku Bajo dalam kondisi rentan terhadap penyakit akibat lingkungan yang kurang sehat. Langkah konkret dari pemerintah untuk menyediakan fasilitas kesehatan dan layanan dasar lainnya menjadi sangat mendesak.
Suku Bajo adalah cerminan dari keragaman budaya dan kekayaan bahari Indonesia. Perhatian yang lebih serius terhadap mereka tidak hanya menjadi kewajiban negara, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap keberagaman dan kontribusi mereka bagi identitas bangsa.(**)
Penulis; Arman.Londomi
